Kandungan A-Qur'an Surat Al-Maidah Ayat 87-88 Wacana Makanan Halal Dan Haram
A. Lafal Bacaan Al-Qur'an Surat Al-Maidah Ayat 87-88 dan Artinya.
Yaa ayyuhaa ladziina aamanuu laa tuharrimuu thayyibaati maa ahalla laahu lakum walaa ta'taduu inna laaha laa yuhibbu lmu'tadiin.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kau melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (QS. Al-Maidah : 87)
Wakuluu mimmaa razaqakumu laahu halaalan thayyiban wattaquu laaha ladzii antum bihi mu'minuun.
"Dan makanlah masakan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kau beriman kepada-Nya." (Qs. Al-Maidah : 88)
B. Makna Mufradat.
Kata حَلَٰلًا berasal dari akar kata yang berarti “lepas” atau “tidak terikat”. Sesuatu yang halal yaitu yang terlepas dari ikatan ancaman duniawi dan ukhrawi. Karena itu kata “halal” juga berarti “boleh”. Berkaitan dengan makanan, maka masakan halal yaitu masakan baik nabati maupun hewani yang boleh dikonsumsi dan tanpa alasannya tertentu untuk terlarang.
Kata طَيِّبًا dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat, menenteramkan, dan paling utama. Pakar-pakar tafsir ketika menjelaskan kata ini dalam konteks perintah makan menyatakan bahwa ia berarti masakan yang tidak kotor dan segi zatnya atau rusak (kedaluwarsa), atau dicampur benda najis. Ada juga yang mengartikannya sebagai masakan yang mengundang selera bagi yang akan memakannya dan tidak membahayakan fisik dan akalnya. Kita sanggup berkata bahwa kata thayyib dalam masakan yaitu masakan yang sehat, proporsional, dan aman.
Kalimat حَلَٰلًا طَيِّبًا mengisyaratkan masakan yang dikonsumsi yaitu masakan yang secara syar’i dibolehkan tetapi harus berdampak baik bagi jiwa dan raga manusia. Namun demikian, tidak semua masakan yang halal otomatis baik. Karena yang dinamai halal terdiri dari empat macam: wajib, sunnah, mubah, dan makruh. Ada masakan yang halal, tetapi tidak bergizi, dan ketika itu ia menjadi kurang baik. Atau ada masakan yang halal tapi tidak baik untuk orang yang mengidap penyakit tertentu. Demikian ayat diatas member petunjuk bahwa masakan yang dikonsumsi yaitu yang halal lagi baik.
C. Isi Kandungan A-Qur'an Surat al-Maaidah Ayat 87-88.
Adab terhadap Makanan dan Minuman.
1) Rasulullah Saw mengajarkan untuk membagi perut menjadi tiga bagian, yaitu sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minum dan sepertiga untuk bernafas. Ini yaitu beberapa tuntunan yang diajarkan oleh Nabi Saw supaya umatnya terjaga dari penyakit yang disebabkan oleh masakan dan minuman, keterangan di atas mengatakan dimakruhkan memperbanyak dan mempersedikit makan sehingga menjadikan lemahnya badan.
2) Tidak hiperbola dalam fariasi makanan, sebagian ulama Abu Hanifah berkata: "Termasuk hiperbola kalau terdapat di atas meja makan, roti dengan jumlah yang melebihi kebutuhan orang yang makan, dan termasuk hiperbola menyediakan masakan yang beragam."
3) Tidak memulai makan dan minum dalam sebuah majlis sementara di dalamnya terdapat orang yang lebih berhak melakukannya, baik lantaran lebih renta atau lebih mulia alasannya perbuatan tersebut mengurangi nilai budpekerti pribadinya.
4) Mendahulukan makan dari shalat pada ketika masakan sudah dihidangkan, menurut sabda Nabi Saw:
Dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhu berkata,; Telah bersabda Nabi Saw: "Apabila seseorang dari kalian sedang makan janganlah ia tergesa-gesa sampai ia menuntaskan kebutuhan (makan) nya”. (HR. Bukhari)
5) Dianjurkan makan dari apa-apa yang ada di pinggir piring bukan dari atasnya (bagian tengah makanan), menurut sabda Nabi Saw:
Dari Ibnu Abbas ia berkata, "Rasulullah Saw bersabda: "Apabila masakan telah di hidangkan maka ambillah dari pinggirnya dan tinggalkan tengahnya, bahwasanya barakah itu turun di pecahan tengahnya." (HR. Ibnu Majah)
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana isi kandungan Al-Qur'an surat al-Maaidah Ayat 87-88 wacana masakan yang halal dan yang haram. Sumber buku Tafsir Ilmu Tafsir Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تُحَرِّمُوا۟ طَيِّبَٰتِ مَآ أَحَلَّ ٱللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُعْتَدِينَ
Yaa ayyuhaa ladziina aamanuu laa tuharrimuu thayyibaati maa ahalla laahu lakum walaa ta'taduu inna laaha laa yuhibbu lmu'tadiin.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kau melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (QS. Al-Maidah : 87)
وَكُلُوا۟ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ حَلَٰلًا طَيِّبًا ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِىٓ أَنتُم بِهِۦ مُؤْمِنُونَ
Wakuluu mimmaa razaqakumu laahu halaalan thayyiban wattaquu laaha ladzii antum bihi mu'minuun.
"Dan makanlah masakan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kau beriman kepada-Nya." (Qs. Al-Maidah : 88)
B. Makna Mufradat.
Kata حَلَٰلًا berasal dari akar kata yang berarti “lepas” atau “tidak terikat”. Sesuatu yang halal yaitu yang terlepas dari ikatan ancaman duniawi dan ukhrawi. Karena itu kata “halal” juga berarti “boleh”. Berkaitan dengan makanan, maka masakan halal yaitu masakan baik nabati maupun hewani yang boleh dikonsumsi dan tanpa alasannya tertentu untuk terlarang.
Kata طَيِّبًا dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat, menenteramkan, dan paling utama. Pakar-pakar tafsir ketika menjelaskan kata ini dalam konteks perintah makan menyatakan bahwa ia berarti masakan yang tidak kotor dan segi zatnya atau rusak (kedaluwarsa), atau dicampur benda najis. Ada juga yang mengartikannya sebagai masakan yang mengundang selera bagi yang akan memakannya dan tidak membahayakan fisik dan akalnya. Kita sanggup berkata bahwa kata thayyib dalam masakan yaitu masakan yang sehat, proporsional, dan aman.
Kalimat حَلَٰلًا طَيِّبًا mengisyaratkan masakan yang dikonsumsi yaitu masakan yang secara syar’i dibolehkan tetapi harus berdampak baik bagi jiwa dan raga manusia. Namun demikian, tidak semua masakan yang halal otomatis baik. Karena yang dinamai halal terdiri dari empat macam: wajib, sunnah, mubah, dan makruh. Ada masakan yang halal, tetapi tidak bergizi, dan ketika itu ia menjadi kurang baik. Atau ada masakan yang halal tapi tidak baik untuk orang yang mengidap penyakit tertentu. Demikian ayat diatas member petunjuk bahwa masakan yang dikonsumsi yaitu yang halal lagi baik.
C. Isi Kandungan A-Qur'an Surat al-Maaidah Ayat 87-88.
Adab terhadap Makanan dan Minuman.
1) Rasulullah Saw mengajarkan untuk membagi perut menjadi tiga bagian, yaitu sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minum dan sepertiga untuk bernafas. Ini yaitu beberapa tuntunan yang diajarkan oleh Nabi Saw supaya umatnya terjaga dari penyakit yang disebabkan oleh masakan dan minuman, keterangan di atas mengatakan dimakruhkan memperbanyak dan mempersedikit makan sehingga menjadikan lemahnya badan.
2) Tidak hiperbola dalam fariasi makanan, sebagian ulama Abu Hanifah berkata: "Termasuk hiperbola kalau terdapat di atas meja makan, roti dengan jumlah yang melebihi kebutuhan orang yang makan, dan termasuk hiperbola menyediakan masakan yang beragam."
3) Tidak memulai makan dan minum dalam sebuah majlis sementara di dalamnya terdapat orang yang lebih berhak melakukannya, baik lantaran lebih renta atau lebih mulia alasannya perbuatan tersebut mengurangi nilai budpekerti pribadinya.
4) Mendahulukan makan dari shalat pada ketika masakan sudah dihidangkan, menurut sabda Nabi Saw:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ عَلَى الطَّعَامِ فَلَا يَعْجَلْ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
Dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhu berkata,; Telah bersabda Nabi Saw: "Apabila seseorang dari kalian sedang makan janganlah ia tergesa-gesa sampai ia menuntaskan kebutuhan (makan) nya”. (HR. Bukhari)
5) Dianjurkan makan dari apa-apa yang ada di pinggir piring bukan dari atasnya (bagian tengah makanan), menurut sabda Nabi Saw:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وُضِعَ الطَّعَامُ فَخُذُوا مِنْ حَافَتِهِ وَذَرُوا وَسَطَهُ فَإِنَّ الْبَرَكَةَ تَنْزِلُ فِي وَسَطِهِ
Dari Ibnu Abbas ia berkata, "Rasulullah Saw bersabda: "Apabila masakan telah di hidangkan maka ambillah dari pinggirnya dan tinggalkan tengahnya, bahwasanya barakah itu turun di pecahan tengahnya." (HR. Ibnu Majah)
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana isi kandungan Al-Qur'an surat al-Maaidah Ayat 87-88 wacana masakan yang halal dan yang haram. Sumber buku Tafsir Ilmu Tafsir Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar