Sejarah Takhrij Hadis
Pengertian dan Sejarah Takhrij Hadis
Kata takhrij berasal dari kata berasal dari kata "kharaja" yang artinya nampak dari tempatnya, atau keadaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata "alikhraj" yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan "al-makhraj" artinya artinya kawasan keluar; dan akhrajal-hadis wa kharrajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadis kepada orang dengan menjelaskan kawasan keluarnya (asal-usulnya).
Sedangkan secara terminologi, takhrij berarti :
“Mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya) hadis-hadis yang terdapat di dalam aneka macam kitab yang tidak menggunakan sanad kepada kitab-kitab musnad, baik disertai dengan pembicaraan perihal status hadis-hadis tersebut dari segi sahih atau daif, ditolak atau diterima, dan klarifikasi perihal kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya sekadar mengembalikannya kepada kitab-kitab asal (sumbernya)nya.”
Dalam acara men-takhrij hadis muncul dan diharapkan pada masa ulama mutaakhirin. Sedang sebelumnya, hal ini tidak pernah dibicarakan dan diperlukan. Kebiasaan ulama mutaqaddimin berdasarkan al-Iraqi, dalam mengutip hadis-hadisnya tidak pernah membicarakan dan menjelaskan dari mana hadis itu dikeluarkan, serta bagaimana kualitas hadis-hadis tersebut, hingga kemudian tiba An-nawawi yang melaksanakan hal itu.
Penguasaan para ulama terdahulu (mutaqaddimin) terhadap sumber-sumber asSunnah begitu luas, sehingga mereka tidak merasa sulit kalau disebutkan suatu hadis untuk mengetahuinya dalam kitab-kitab as-Sunnah. Ketika semangat berguru mereka melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadis yang dijadikan sebagai referensi para ulama dalam ilmu-ilmu syara’. Maka sebagian dari ulama bangun dan memperlihatkan hadis-hadis yang ada pada sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya dari kitab-kitab sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan menandakan hukumnya dari yang sahih atas yang da’if. Kemudian muncullah apa yang disebut dengan ”Kutub al-Takhrij” (kitab-kitab takhrij) yang masyhur di antaranya:
1. Takhrij Ahadis al-Muhazzab, karya Muhammad bin Musa al-Hazimi asy- Syafi’i (w. 548 H). Kitab ini yaitu kitab mengenai fikih madzhab al-Syafi’i karya Abu Ishaq asySyairazi. Takhrij Ahadis al-Mukhtaṣar al-Kabir li Ibn al-Hajib, karya Ahmad Abdul Hadi al Maqdisi (w. 744 H).
2. Nasb al-Rayah li Ahadis al-Hidayah li Al-Marginani, karya Abdullah bin Yusuf az Zaila’i (w. 762 H).
3. Takhrij Ahadis al-Kasyaf li az-Zamakhsyari, karya al-Hafiz az-Zaila’i (Ibnu Hajar juga menulis takhrij untuk kitab ini dengan judul Al-Kafi Asy-Syafi fi Takhrij Ahadis Asy-Syafi).
4. Al-Badr al -Munir fii Takhrij al-Ahadis wa al-sar al-Waqi’ah fi asy-Syarhil- Kabir lῑ ar-Rafi’i, karya Umar bin Ali bin Mulaqqin (w. 804 H).
5. Al-Mugni ’an Ham li al-Asfar fil-Asfaar fi Takhrij mā fi- Ihya’ min al-Akhbar, karya Abdurrahman bin al-Husain al-Iraqi (w. 806 H).
6. Takhrij al-Ahādis allati Yusyῑru ilaih at-Tirmizī fi Kulli Bab, karya al-Hafiz ̣ al-Iraqi.
7. At-Talkhis al-Habir fi Takhrῑj Ahadis Syarh al-Wajiz al-Kabir li ar-Rafi’i,karya Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani (w. 852 H).
8. Ad-Dirayah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah, karya al-Hafiz Ibnu Hajar.
9. Tuhfat ar-Rawi fi Takhrij Ahadis al-Badlawi, karya Abdurrauf Ali al-Manawi (w. 1031 H.)
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal sejarah takhrij hadis. Sumber buku Siswa Hadits Ilmu Hadits Kelas X MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2014. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Kata takhrij berasal dari kata berasal dari kata "kharaja" yang artinya nampak dari tempatnya, atau keadaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata "alikhraj" yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan "al-makhraj" artinya artinya kawasan keluar; dan akhrajal-hadis wa kharrajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadis kepada orang dengan menjelaskan kawasan keluarnya (asal-usulnya).
Sedangkan secara terminologi, takhrij berarti :
“Mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya) hadis-hadis yang terdapat di dalam aneka macam kitab yang tidak menggunakan sanad kepada kitab-kitab musnad, baik disertai dengan pembicaraan perihal status hadis-hadis tersebut dari segi sahih atau daif, ditolak atau diterima, dan klarifikasi perihal kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya sekadar mengembalikannya kepada kitab-kitab asal (sumbernya)nya.”
Dalam acara men-takhrij hadis muncul dan diharapkan pada masa ulama mutaakhirin. Sedang sebelumnya, hal ini tidak pernah dibicarakan dan diperlukan. Kebiasaan ulama mutaqaddimin berdasarkan al-Iraqi, dalam mengutip hadis-hadisnya tidak pernah membicarakan dan menjelaskan dari mana hadis itu dikeluarkan, serta bagaimana kualitas hadis-hadis tersebut, hingga kemudian tiba An-nawawi yang melaksanakan hal itu.
Penguasaan para ulama terdahulu (mutaqaddimin) terhadap sumber-sumber asSunnah begitu luas, sehingga mereka tidak merasa sulit kalau disebutkan suatu hadis untuk mengetahuinya dalam kitab-kitab as-Sunnah. Ketika semangat berguru mereka melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadis yang dijadikan sebagai referensi para ulama dalam ilmu-ilmu syara’. Maka sebagian dari ulama bangun dan memperlihatkan hadis-hadis yang ada pada sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya dari kitab-kitab sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan menandakan hukumnya dari yang sahih atas yang da’if. Kemudian muncullah apa yang disebut dengan ”Kutub al-Takhrij” (kitab-kitab takhrij) yang masyhur di antaranya:
1. Takhrij Ahadis al-Muhazzab, karya Muhammad bin Musa al-Hazimi asy- Syafi’i (w. 548 H). Kitab ini yaitu kitab mengenai fikih madzhab al-Syafi’i karya Abu Ishaq asySyairazi. Takhrij Ahadis al-Mukhtaṣar al-Kabir li Ibn al-Hajib, karya Ahmad Abdul Hadi al Maqdisi (w. 744 H).
2. Nasb al-Rayah li Ahadis al-Hidayah li Al-Marginani, karya Abdullah bin Yusuf az Zaila’i (w. 762 H).
3. Takhrij Ahadis al-Kasyaf li az-Zamakhsyari, karya al-Hafiz az-Zaila’i (Ibnu Hajar juga menulis takhrij untuk kitab ini dengan judul Al-Kafi Asy-Syafi fi Takhrij Ahadis Asy-Syafi).
4. Al-Badr al -Munir fii Takhrij al-Ahadis wa al-sar al-Waqi’ah fi asy-Syarhil- Kabir lῑ ar-Rafi’i, karya Umar bin Ali bin Mulaqqin (w. 804 H).
5. Al-Mugni ’an Ham li al-Asfar fil-Asfaar fi Takhrij mā fi- Ihya’ min al-Akhbar, karya Abdurrahman bin al-Husain al-Iraqi (w. 806 H).
6. Takhrij al-Ahādis allati Yusyῑru ilaih at-Tirmizī fi Kulli Bab, karya al-Hafiz ̣ al-Iraqi.
7. At-Talkhis al-Habir fi Takhrῑj Ahadis Syarh al-Wajiz al-Kabir li ar-Rafi’i,karya Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani (w. 852 H).
8. Ad-Dirayah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah, karya al-Hafiz Ibnu Hajar.
9. Tuhfat ar-Rawi fi Takhrij Ahadis al-Badlawi, karya Abdurrauf Ali al-Manawi (w. 1031 H.)
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal sejarah takhrij hadis. Sumber buku Siswa Hadits Ilmu Hadits Kelas X MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2014. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar